Translate

25 Nov 2015

Maliq n D'essentials



Sudah tiga bulan terakhir saya menggemari musiknya Maliq n D’essentials. Awalnya cuma demen satu lagu. Itupun lagu mereka yang bisa dibilang paling mainstream. DIA judulnya. Dari hari ke hari ya cuma satu lagu itu yang menjadi kesukaan saya. Lagu-lagu yang lain pasti akan saya lewati ketika ada stasiun radio yang memutarkan.

Tetapi semua itu berubah ketika saya dan suami tak sengaja mengunjungi sebuah mall baru di kawasan Serpong. Waktu itu suasana launching  masih begitu terasa. Parkiran begitu penuh. Mobil-mobil masih mengular di luar mall hanya untuk mengantri parkir. Dan ternyata band-band atau penyanyi-penyanyi pun masih bergantian meramaikan suasana pembukaan mall. Sungguh suatu hiburan yang menyenangkan untuk saya yang notabene terlahir sebagai penggemar musik.

Kebetulan di hari Minggu petang itu, Maliq n D’essentials lah yang akan manggung. Saya yang awalnya hanya tahu 3 hingga 4 lagu mereka pun ikut terlarut dalam suasana hangat yang mereka ciptakan. Selama kurang lebih 1.5 jam mereka menyanyikan lagu-lagu mereka. Begitu mendengarkan beat atau irama yang enak di kuping, saya pun mulai menggoyang-goyangkan kepala, pinggul, tangan serta kaki. Memang terasa kurang afdol bagi saya, bila hanya menggerak-gerakkan badan tanpa tahu dan hafal lirik lagu yang sedang dinyanyikan.

Setelah hari itu, saya pun mulai memasang telinga ketika ada lagu Maliq diputar di radio. Sialnya mereka tak terlalu menjual keeksisan di televisi seperti band-band lain yang rela dijadikan “pemeran pendukung”di sebuah acara musik abal-abal. Alhasil saya mencari tahu tentang musik mereka melalui radio, pengunduh musik di dunia maya, dan juga youtube pastinya.
Dari yang hanya tahu 2-3 lagu milik mereka, saya jadi tahu lebih banyak lagi. Dan semakin saya mengenal masing-masing personelnya dan tentunya musik mereka, semakin saya penasaran dan ingin selalu mendengarkan karya-karya mereka.

Bayangkan saja, sudah belasan tahun mereka berkarya dan sudah enam album mereka telurkan, saya baru mengenal musik mereka. Tentunya ini mendorong saya untuk mencari album-album mereka terdahulu di toko-toko musik yang ada di setiap mall yang saya kunjungi. Sayangnya dari enam album itu, hanya separuhnya yang masih beredar di pasaran. Dan ketiga album ini adalah tiga album terakhir yang mereka rilis, yakni The Beginning Of A Beautiful Life, Sriwedari dan Musik Pop. Sebenarnya ada satu album lagi yang benar-benar saya inginkan. Mata Hati Telinga. Tetapi sepertinya album ini sudah tak lagi beredar di toko-toko.

Dan album favorit saya adalah MUSIK POP. Mungkin bagi para penggemar Maliq yang telah mengikuti perjalanan karir mereka sejak awal (tentunya bukan saya), album ini bukan album kesukaan mereka. Bagi para penyuka tembang Untitled atau Terdiam atau mungkin jg Pilihanku, lagu-lagu di album Musik Pop terdengar sangat berbeda. Musik Pop seperti membawa kita ke era 80an. Malah ada beberapa lagu yang diaransemen bersama seorang musisi lawas, Fariz RM. Jadi bisa dibayangkan musik macam apa yang sedang mereka mainkan di album ini.

Hampir semua lagu di Album Musik Pop ini sesuai dengan kuping saya, kecuali Pintu dan Nirwana. Keunikan dari album ini, hampir semua lagu-lagunya memiliki judul yang terdiri dari satu kata saja. Entah apa maksudnya mereka menggunakan kata-kata yang tak biasa digunakan sebagai judul lagu, tapi yang jelas saya sangat sangat menikmati setiap nada dan iramanya.

10 Sept 2015

Wisuda PAUD Komunitas Menara

Saat-saat yang paling menggembirakan ketika kita duduk di bangku sekolah menurut saya adalah saat kenaikan kelas. Entah itu karena kita merasa sudah siap untuk masuk ke jenjang yang lebih tinggi karena kita (merasa) sudah lebih pandai dari ketika awal masuk atau mungkin karena libur panjang yang sudah menjadi hak kita setelah kita menghadapi berbagai macam ulangan. Mungkin ada pembaca blog saya yang tak paham apa itu “ulangan”. Ulangan itu adalah semacam tes kecil untuk berbagai macam mata pelajaran yang diadakan secara mingguan atau bulanan untuk menguji seberapa baik murid menguasai suatu bab pelajaran tertentu. 

Nah, untuk kami para guru PAUD Komunitas Menara, saat-saat kenaikan kelas seperti ini, kami bisa dipastikan sangat sibuk mempersiapkan acara wisuda. Kalau saja rundown acaranya hanya dipenuhi dengan sambutan-sambutan dari pihak-pihak yang berkepentingan dan acara wisuda serta foto-foto, mungkin kami tak akan jadi sesibuk ini. Sebenarnya, apapun yang kami lakukan bersama anak-anak ketika wisuda tiba semata-mata hanya untuk menumbuhkan rasa percaya diri mereka dan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa anak-anak yang hidup dalam keterbatasan juga dapat berprestasi sama baiknya seperti anak-anak yang hidupnya lebih beruntung dari mereka.

Dan sejujurnya, PAUD kami angkatan yang sekarang jauh lebih mudah untuk diajak bekerjasama. Mayoritas mereka lebih cerdas dan mudah diatur daripada angkatan yang kemarin. Hanya ada beberapa anak  yang susah untuk berkonsentrasi. Sehingga khusus anak-anak “istimewa” ini, kami belum memberikan kepercayaan untuk tampil di panggung selain ikut terlibat dalam paduan suara.

Setelah penampilan bersama dalam paduan suara,  ada tiga penampilan lagi yang dipersembahkan oleh anak-anak kami, yaitu pantomim, tarian daerah dan fashion show. Ceria benar anak-anak ini saat berlatih. Khusus untuk para penampil pantomim,  bapak kepala sekolah lah yang langsung turun tangan. Sungguh kebetulan kami memiliki beliau yang ternyata ketika bersekolah dulu, sempat mengikuti ekstra kurikuler pantomim. Sedangkan kami, para ibu guru ini, tak punya pengalaman atau dasar seni gerak pantomim sama sekali. 

Untuk tarian daerah, saya dan salah satu ibu guru yang mempersiapkan musik, gerakan serta kostumnya. Terus terang saja, saya adalah orang yang sangat sangat tidak kreatif. Apalagi dalam urusan membuat kostum tari. Tapi lagi-lagi, berkat kemurahan Tuhan, partner saya mengajar ini memiliki banyak pengalaman dari ketika beliau bersekolah di SMA tentang bagaimana mengatur jalannya sebuah acara terlebih tentang bagaimana berkreasi membuat kostum sendiri (bukannya membeli jadi di toko). Ini tentunya sangat membantu kami dari sisi keuangan.

Untuk penampilan terakhir, kami memilih 14 anak untuk ber fashion show. Ini adalah pertunjukkan fashion show yang kedua di acara wisuda yang pernah kami adakan. Di pagelaran fashion show yang pertama, kostum yang kami gunakan adalah baju adat dan baju profesi. Tampak terlihat biasa karena kostum-kostum ini biasa dipakai saat karnaval 17an atau Hari Kartini. Di acara wisuda tahun ini, kami memang sengaja mencari tema unik, yang tak hanya berbeda tetapi juga ramah bagi isi dompet. Setelah beberapa hari menimbang-nimbang, saya akhirnya menemukan sebuah tema yang pas untuk fashion show kali ini. 

Temanya adalah LIBURAN SEKOLAH. Jadi para peserta fashion show memakai pakaian yang mereka miliki sendiri. Tak harus membeli baju baru. Bila tak ada, kami menyarankan mereka untuk meminjam milik temannya. Ada 14 anak yang dipasang-pasangkan. Satu pasang memakai kostum untuk ke pantai, satu lagi memakai kostum untuk ke kebun binatang, ada yang berekreasi ke gunung, sepasang anak laki-laki mengenakan kostum sepakbola, ada yang bermain bulutangkis, dan ada yang pergi memancing.

9 Apr 2015

Berguru Pada Anak-Anak



Tahun ini adalah tahun ketiga saya mencoba mengembangkan sayap di dunia pendidikan dengan menjadi pendidik di sebuah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) tak berbayar. Saya memang tak punya latar belakang pendidikan guru sama sekali. Saya bahkan tak pernah menaruh perhatian khusus pada anak-anak kecil sebelumnya.

Yah, sesuatu yang saya anggap hanya iseng awalnya, ternyata malah memberikan makna dalam hidup saya. Banyak sekali pelajaran yang saya dapat setelah menerjuni dunia anak-anak. Bisa dibilang hidup saya tak lagi sama. Merekalah yang mewarnai kehidupan saya yang tadinya seperti datar-datar saja ini. Bagaimana tidak. Setiap hari ada saja tingkah laku, kata-kata ataupun cerita yang membuat saya senang, sedih, kesal atau terharu. Bagi saya, merekalah guru terbaik.

Hal pertama yang saya dapatkan dari mereka adalah: KESABARAN. Saya bisa dibilang galak dan mudah terpancing emosi. Di saat awal-awal saya mengajar, sepertinya Tuhan sudah mengatur semua hal dengan sangat rapi. Saat itu Ibu Guru yang sudah lebih dari dua tahun mengajar di kelas A (kelas permulaan di PAUD kami), tiba-tiba mengundurkan diri di saat tahun ajaran baru berjalan 1 bulan. Saya yang waktu itu baru menjadi guru relawan, selama 10 bulan “ditodong” tawaran dari Pak Kepala Sekolah untuk menjadi guru tetap. Mau tak mau saya pun menyanggupinya. Tak mungkin anak-anak itu belajar tanpa didampingi satu gurupun. 

29 Jan 2015

Soy Milk (Susu Kedelai)

Maaf sekaliii.. Setelah sempat dua tahun tertunda, akhirnya saya baru sempat melanjutkan bahasan saya tentang susu kedelai di blog ini. 

Menurut artikel yang saya baca, susu kedelai sangat baik untuk jantung. Jadi begini penjelasannya. Kedelai mengandung zat yang bernama isoflavones. Selain kedelai, zat ini dapat ditemukan di jenis kacang-kacangan yang lain, tetapi hanya dalam jumlah kandungan kecil. Kedelailah yang mengandung isoflavones  terbanyak. Nah, dipercaya zat ini bekerja dengan cara menstimulasi tubuh kita untuk menghasilkan Nitrogen Oksida (NO). NO ini digunakan oleh lapisan dalam (Endotelium) pembuluh darah untuk meningkatkan aliran darah dan mengurangi tekanan darah. Sehingga resiko terjadinya hipertensi pun bisa dikendalikan. Seperti yang kita tahu, salah satu penyebab utama penyakit jantung adalah tekanan darah yang tinggi.

Berbeda dengan susu sapi yang tinggi lemak jenuh, lemak susu kedelai sebagian besar tak jenuh dan tak mengandung kolesterol. Asam lemak tak jenuh tunggal dan tak jenuh ganda dalam kedelai malahan dapat menghambat pengangkutan kolesterol ke dalam aliran darah. Penelitian menunjukkan bahwa asupan kedelai yang rutin dapat menurunkan kadar kolesterol jahat dalam darah. (Diambil dari situs http://manfaatdaunbuah.blogspot.com)

Selain itu, ada kelebihan susu kedelai yang dianggap sangat penting bagi para wanita. Yakni dalam kaitannya dengan kesehatan kulit. Bukan ingin mempromosikan produk kecantikan tertentu. Tapi artikel ini saya tulis berkaca pada pengalaman orang tua saya. Mereka adalah penikmat setia susu kedelai hasil buatan sendiri. Jelas susu yang mereka konsumsi adalah susu kedelai terbaik yang bisa Anda dapatkan. Setelah bertahun-tahun menikmati susu kedelai murni, orangtua saya merasa ada kandungan dari kedelai yang membuat mereka selalu merasa segar secara fisik. Kemudian kulit mereka juga lebih bersinar dan mulus.

5 Sept 2014

Tak Ada Salahnya Melirik ke Belakang



Aku dibesarkan dalam keluarga kecil, yang bisa dibilang bahagia dan hidup dalam kecukupan. Papa adalah seorang dokter yang cukup dikenal di beberapa daerah di Surabaya. Mama adalah mantan sekretaris sebuah perusahaan swasta yang dengan sepenuh hati rela melepas karirnya demi untuk memberikan bimbingan penuh kepadaku dan adik semata wayangku.

Semasa sekolah, aku bisa dibilang murid berprestasi. Selama enam tahun duduk di Sekolah Dasar, aku selalu naik panggung untuk menerima penghargaan sebagai juara tiga besar di setiap akhir tahun ajaran. Bukan hanya itu, aku memiliki karakter yang jauh berbeda dari adik laki-lakiku. Di sekolah, aku dikenal sebagai siswa yang aktif berkegiatan. Aku masuk dalam tim paduan suara selama bertahun-tahun di masa sekolah. Pernah juga belajar bermusik kolintang. Sering juga bertugas saat upacara bendera di sekolah selama beberapa tahun. Tentu saja bukan menjadi Pasukan Pengibar Bendera. Tak apa-apalah. Tinggi tubuh tak akan pernah menjadi penghalang bagiku hehehe.. Aku lebih sering menjadi pembawa acara saat upacara bendera. 

Sepertinya masa-masa aku menjalani masa kecil dan remajaku berjalan sangat mulus. Yah, seperti kereta api berjalan di rel. Ideal. Tak banyak kerikil-kerikil penghalang. Tapi aku punya satu sifat yang boleh dibilang cukup mengganggu. Aku pemalu. Dalam artian aku tak pernah punya cukup keberanian untuk mengemukakan pikiranku. Seakan-akan aku selalu menjadi anak penurut. Tetapi sebenarnya di lubuk hatiku, aku selalu mencoba untuk “melawan” bila ada sesuatu yang bertentangan dengan nuraniku.
 
Sedari kecil, aku selalu merasa berbeda dengan kedua orangtua dan adikku. Mereka semua adalah pribadi yang penuh humor dan juga memiliki pergaulan yang luas.  Aku pun punya banyak teman, tapi aku selalu merasa aku tak se”gaul” mereka. Suatu hari, mama pernah memergokiku berjalan dalam posisi menunduk ketika menyusuri jalan di lingkungan tempat kami tinggal. Aku ditegurnya habis-habisan. Tak hanya itu saja. Dulu aku juga memiliki kebiasaan yang unik, kalau tak bisa dibilang mengganggu. Setiap kali merasa grogi, gugup atau ketika santai sekalipun, aku akan menggerak-gerakkan kakiku ke kanan-kiri atau ke atas-bawah ketika duduk. Gaya tukang jahit begitu papa menyebutnya. Lucunya lagi kebiasaan yang sama juga dilakukan oleh papa, meskipun dengan alasan yang berbeda. Ahh.. memang aku pada dasarnya dilahirkan sebagai sosok pemalu dan penyendiri, meskipun aku dikelilingi sahabat-sahabat yang sudah mengenalku cukup lama. Sedari remaja, aku sudah menyenangi film. Bahkan aku bisa menonton bioskop setiap minggu, ada atau tidak ada teman menonton. Bagiku tak masalah bila aku harus berangkat menonton sendirian, apalagi kalau film yang ditayangkan memainkan Brad Pitt ataupun Leonardo Dicaprio. Hehehe.. Singkat kata aku cukup menikmati masa mudaku, meskipun aku tak seberani teman-temanku yang lain.

Tapi suatu hari, saat aku kelas 3 SMA, papa mengatakan niatnya untuk mengirimku berkuliah di luar negeri. Eitss.. jangan salah biarpun aku merasa diriku pemalu, aku bukanlah gadis penakut. Begitu ada tawaran super menarik ini, tanpa pikir panjang aku mengangguk mengiyakan. Tak disangka impianku sedari SMP, tinggal di negeri orang bisa tercapai secepat ini.

Yang paling mengagumkan lagi, sedari awal aku berangkat ke New Zealand, orangtuaku tak sekalipun mengantarku ataupun menjengukku hingga aku wisuda. Memang ada seorang family friend yang tinggal di sana. Tetapi aku boleh berbangga hati mengatakan bahwa aku bisa mandiri, bukan secara finansial, tetapi lebih kepada kemampuanku untuk bertahan hidup di tengah-tengah lingkungan yang sangat berbeda dari tempat aku dibesarkan.

Sejak awal aku hidup di sebuah keluarga yang memang menyediakan fasilitas homestay untuk siswa-siswa pendatang. Perlu diketahui, negara sekecil New Zealand yang bahkan jumlah dombanya lebih banyak dari jumlah populasi penduduknya sendiri, memiliki sistem pendidikan yang cukup mumpuni untuk menarik mahasiswa-mahasiswa di negara lain  melanjutkan pendidikan mereka. Jadi tak usah dipertanyakan lagi, aku bertemu dan mengenal bermacam-macam manusia dari belahan bumi manapun.

Tak seperti dugaanku, aku begitu menikmati masa-masa hidupku di sana. Aku yang tadinya malu, seakan-akan memiliki sifat yang sangat berbeda begitu “dipaksa” untuk mempertahankan hidup di negeri orang. Aku jadi belajar tentang bagaimana caranya untuk membuka percakapan dengan orang yang baru saja aku temui, belajar tentang bagaimana menjadi pribadi yang menyenangkan, belajar untuk mengatur waktu, belajar untuk menjadi orang yg punctual alias on time, belajar untuk berkomunikasi dengan berbagai macam orang dari segala lapisan, mulai dari teman sebaya hingga dosen bertitel Doktor. Dan sungguh pengalamanku hidup di sana merubahku menjadi seorang Lintang yang sama sekali berbeda. 

Pernah suatu saat, aku harus tinggal di flat, berbagi rumah dengan 4 temanku yang lain, yang notabene bukan orang Indonesia. Di sini aku benar-benar belajar  bahwa tak semua orang punya niat baik. Aku yang sebelumnya adalah aku yang naif, yang selalu berpikiran bahwa pemeran antagonis hanya ada di sinetron-sinetron picisan, dan tak mungkin aku temui di dunia nyata. Ternyata aku SALAH BESAR!! Aku menemui bermacam-macam karakter manusia di sini. Ada yang munafik, ada yang pembohong, ada yang tukang fitnah, ada yang egois, ada yang baik juga tentu saja. Tapi mataku jadi terbuka saat aku dihadapkan dengan kehidupanku yang baru ini. Dan sekali lagi aku harus bilang, aku menikmati segala naik turunnya hidup selama aku di sana.

Aku cukup beruntung, tak perlu bekerja paruh waktu untuk menghidupi diriku di sana karena orangtuaku sepenuhnya menyokong hidupku. Tetapi baru kusadari akhir-akhir ini, betapa aku menyia-nyiakan kesempatan yang aku punya ketika aku hidup di sana. Aku bisa saja memperoleh lebih banyak pengalaman jika aku dulu pernah bekerja menjadi barista di sebuah cafe mungkin, atau pernah menjadi petugas perpustakaan kota, atau pernah bekerja di sebuah bioskop. Semua mungkin akan berbeda alur ceritanya kalau saja aku pernah bekerja di tempat-tempat tersebut. Penyesalan selalu datang terlambat. Kalau datangnya sebelumnya, namanya pendaftaran hihi..

Ketika aku harus mendaftar ke perguruan tinggi pun, aku harus melakukannya sendirian. Mulai dari survey kampus-kampus yang menawarkan jurusan yang aku cari, hingga memasukkan aplikasinya aku lakukan sendiri, tanpa bantuan orang lain. Kemudian, ketika aku harus mencari tempat tinggal baru karena masa tinggalku di homestay yg pertama sudah habis, aku harus mencari flat di iklan-iklan koran, kemudian harus mendatangi tempatnya untuk melihat secara langsung dan berkenalan dengan pemiliknya. Sungguh melelahkan. Tetapi lagi-lagi aku menikmati dan bersyukur karena Tuhan tak pernah jauh dariku. Hingga akhirnya aku menemukan sebuah homestay yang bisa aku kategorikan istimewa!! Di sinilah hatiku berlabuh. 

Di “keluarga”baruku inilah akhirnya aku bisa menemukan “kedamaian” hidup, seperti yang aku rasakan ketika aku bersama keluargaku sendiri. Aku menemukan sosok ayah dan ibu yang lain di dalam diri pasangan senior yang akrab dipanggil Mr.T and Mrs. T. Sang bapak bernama Vagn Thomassen, seorang imigran asal Denmark yang sudah puluhan tahun menetap di New Zealand. Sedangkan istrinya adalah Huia Thomassen, seorang wanita asli New Zealand yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk keluarga besarnya.

Sungguh beruntung diriku menemukan mereka. Aku tinggal di rumah ini selama empat tahun, dari total enam tahun hidupku di New Zealand. Jadi aku sudah menganggap mereka sebagai keluarga. Hubunganku dengan kedua putri mereka pun cukup dekat. Hingga kini kami masih berkirim kabar melalui Facebook.
 
Singkat cerita, aku merasa kini telah menjelma menjadi manusia baru. Manusia seutuhnya. Aku bisa hidup sendiri di Jakarta setelah menikah lima tahun lalu. Dan yang paling penting aku kini bisa lepas dari bayang-bayang ayah dan ibuku. Aku bisa menjadi Lintang Paramita yang punya kehidupanku sendiri. Tak ada yang peduli apa latar belakangku, siapa orangtuaku, dari mana aku berasal. Orang hanya tau apa yang aku kerjakan sekarang dan apa yang telah aku kerjakan. Mungkin ini yang membuatku merasa jauh lebih nyaman menjadi diriku sendiri. Aku bisa lebih outspoken, cenderung galak sekarang. Hehehe. Mungkin karena aku telah terbiasa menikmati segala keteraturan hidup