Translate

1 Aug 2013

Happy Anniversary, my Dearest Husband..

Saya jadi ingat betapa saya membenci semua hal yang berbau adat dan budaya. Bagi saya, kita semua adalah satu. Suku Jawa, Batak, Bali, Madura, Dayak. Sampai-sampai di hari pernikahan saya pun, saya dan suami bersepakat untuk meninggalkan segala sesuatu yang berhubungan dengan upacara adat. Perlu diketahui, saya adalah orang Jawa tulen dan suami saya berdarah Batak dan Jawa. Meskipun dominan sekali Bataknya.


Saya dibesarkan di keluarga yang sungguh demokratis. Saya disekolahkan di sekolah swasta, dari mulai TK sampai SMU. Di Surabaya, sekolah-sekolah swasta biasanya didominasi oleh siswa beretnis Tionghoa. Jadi memang di lingkungan sekolah yang bisa dibilang minim sekali jumlah siswa pribuminya ini, saya dan adik saya menghabiskan masa kecil hingga remaja kami. Otomatis kami pun tidak pernah mengkotak-kotakkan diri kami dari teman-teman di sekolah. Bagi saya pribadi, Jawa atau Cina, Katolik atau Muslim, kita semua dilahirkan sama. Inilah yang selalu ditanamkan oleh orang tua saya. Maka ketika kami anak-anaknya mulai dewasa, mereka memberi kebebasan penuh kepada kami untuk memilih pasangan. Kami berdua pun akhirnya menikah dengan pasangan dari suku yang berbeda.


Di Surabaya, saya merasa orang sepertinya cenderung untuk hidup berkelompok, sesuai dengan suku/etnisnya, ataupun agamanya. Berbeda sekali dengan kehidupan bermasyarakat di Jakarta. Inilah yang membuat saya begitu mencintai kota Jakarta ini. Saya bisa bertemu manusia dari belahan nusantara manapun. Orang  dari suku Minang, Sunda, Batak, Madura, Bali. Semuanya tumplek blek di kota metropolitan ini.


Saya sempat menghabiskan hidup saya di New Zealand selama 6 tahun dan hal yang sama saya alami di kota Auckland. Auckland adalah Jakartanya New Zealand. Di sanalah pusat hiburan dan ekonomi berada. Bedanya hanya di skalanya. Bila di Jakarta, kita bisa bertemu manusia dari bermacam-macam suku dan mungkin negara (meskipun tidak terlalu besar chancenya), tetapi di Auckland saya bergaul dengan manusia dari beragam bangsa. Saya sungguh menikmati keberagaman ini. Dan mungkin inilah yang mendorong saya untuk menikahi seorang yang sangat berbeda latar belakang dengan diri saya.


Saya dan suami adalah dua pribadi yang sungguh berbeda dari segi apapun. Suku. Ini jelas. Usia kami pun berbeda 6 tahun. Hobi. Saya cinta buku sedangkan dia alergi buku. Karakter. Saya ekspresif dan extrovert. Dia lebih datar dan introvert. Latar belakang dan karakter keluarga lah yang mungkin membuat kami memiliki sifat yang jauh berbeda. Tapi, hey, kami tidak menjadikan perbedaan itu sebagai hal tabu, hal yang harus dihindari. Bagi kami justru perbedaan inilah yang bisa menjadikan hidup kami lebih berwarna. Perbedaan lah yang menyatukan hati kami. He completes me, his way of loving me says it all.