Translate

7 Dec 2013

Di Balik Kekurangan Seseorang di Situlah Tersembunyi Kelebihannya

Sudah hampir sepuluh bulan, saya mengabdikan diri di sebuah PAUD. Banyak sekali cerita, baik yang indah maupun yang bikin gregetan. Maklum, saya harus menghadapi berbagai tipe anak kecil. Apalagi PAUD tempat saya mengajar adalah PAUD gratis untuk orang-orang tak mampu. Mereka punya latar belakang yang berbeda dari kebanyakan kita. Ada yang tumbuh di lingkungan para pemulung sehingga dia terbiasa bersikap sedikit liar. Ada yang tumbuh di keluarga buta huruf hingga dia pun tak tahu bagaimana cara memegang alat tulis dengan benar. Sungguh pemandangan yang tidak biasa untuk saya.


Ada satu cerita yang ingin saya bagi. Salah satu murid saya, sebut saja namanya Adi. Saya ingat sekali, di awal-awal semester Adi ini termasuk salah satu murid yang mengundang kekhawatiran bagi saya. Bagaimana tidak? Waktu saya menyuruhnya memperkenalkan dirinya di muka kelas, sebagai sesi pertama di minggu pertama mereka bersekolah, ternyata dia memiliki kekurangan dalam berbicara. Susah sekali bagi dia untuk melafalkan sebuah kata. Misalnya saja untuk menyebut kata “satu”, dia  hanya bisa menyebut “atu”, “makan” diucapkan “akan”. Tidak hanya itu, saat saya menyuruh anak-anak untuk mewarnai gambar rumah, dia bahkan tidak bisa memegang crayon dengan benar. Saya rasa dia tidak pernah diajarkan bagaimana cara memegang alat tulis dengan baik oleh orang tuanya. Dan mungkin keterbatasan berbicaranya pun disebabkan karena tak seorang pun di rumahnya mengajaknya berbicara. Sejujurnya, di minggu-minggu pertama, saya merasa sedikit pesimis melihat perkembangan si Adi setahun ke depan. Saya tidak yakin, saya bisa membawa perubahan yang signifikan di dalam kemampuan motorik dan verbal nya.


Lebih gawatnya lagi, saya masih ingat benar ketika partner mengajar saya “menemukan” kekurangan lain pada diri Adi. Dia tidak dapat membedakan warna!! Apalagi warna biru dan hijau! Memang ada sekitar 2-3 anak di kelas saya yang awalnya masih kesulitan membedakan warna biru dan hijau. Entah mengapa. Saya sendiri tidak dapat menemukan jawaban kenapa hijau dan biru seakan susah sekali untuk dibedakan.


18 Nov 2013

Buku Anak Terkeren Versi Saya


Entah mengapa tiba-tiba saya gemar sekali berkunjung ke bagian buku anak-anak setiap kali masuk ke toko buku. Mungkin karena sudah beberapa bulan terakhir saya aktif menjadi guru PAUD. Kebetulan beberapa minggu lalu, tema belajar kami adalah : BINATANG. Dan ketika saya tak sengaja melihat beberapa buku anak-anak yang tertumpuk rapi di rak depan, pandangan mata saya tertumbuk pada satu buku yang berjudul : 10 DONGENG SATWA. Buku ini termasuk salah satu seri “Dongeng 4 in 1”, terbitan Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia). Pikiran saya langsung melayang, membayangkan bagaimana cerianya anak-anak ketika melihat dan mendengar gambar-gambar dan cerita di dalam buku ini. Bagaimana tidak? Cerita binatang yang ada di dongeng ini begitu menarik, ilustrasinya pun berdaya imajinasi yang cukup tinggi dengan warna-warna terang yang makin membuatnya tampak hidup. 

25 Oct 2013

Becoming a Man of Value

Siang ini aku 'terpaksa' makan sendirian di salah satu restaurant fast food. Suami harus bekerja setengah hari dan kebetulan tidak ada makanan di rumah. Salah satu kenikmatan menghabiskan waktu sendirian di resto atau cafe adalah keleluasaan mengamati gerak-gerik orang-orang di sekelilingku. Sungguh menarik memperhatikan kehidupan nyata, yang tidak segemerlap sinetron tapi bisa memberikan inspirasi atau renungan.

Ada keluarga kecil yang sedang menikmati makan siangnya. Ada keluarga yang memiliki dua anak perempuan remaja, yang masing-masing anggotanya sibuk memperhatikan gadget di tangan masing-masing. Ada seorang ibu yang memiliki dua anak balita dan masing-masing anaknya harus diawasi oleh seorang babysitter. Ada pula seorang bapak setengah baya yang sedang menemani kedua anak remajanya menikmati ayam gorengnya.

Memang tak ada yang istimewa. Semuanya tampak normal saja. Tak ada drama, tak ada yang luar biasa. Tapi dari situ lah kadang inspirasi menulisku tiba-tiba muncul. Seperti hari ini, aku merasa ingin sekali menulis.

Ada satu kepedihan di hati setiap melihat satu keluarga muda, yang disibukkan dengan anak balitanya. Mungkin pasangan suami istri tersebut bisa jadi merasa tak nyaman dengan harus mendorong kereta bayinya keluar masuk pertokoan. Mungkin pula mereka harus mengorbankan kenikmatan menonton film di bioskop karena anaknya masih terlalu kecil untuk bisa mengerti jalan cerita sebuah film. Atau mungkin saja mereka harus menahan malu setiap kali anaknya menangis menjerit-jerit bila keinginannya tak terpenuhi. Segala kemungkinan terburuk bisa saja terjadi. Tetapi seluruh ketidaknyamanan, pengorbanan dan rasa malu itu tentu saja tidak sebanding dengan kebahagiaan mereka bermain dengan si kecil dan mengelus-elus kepalanya.

28 Sept 2013

Pelajaran Hidup dari Seorang Ibu Paruh Baya



Sudah sekitar dua tahun saya meninggalkan dunia kerja profesional. Menyesal? Ooo.. Tentu tidak. Saya merasa banyak sekali pengalaman hidup yang saya dapatkan selepas pengunduran diri saya. Beberapa pelajaran hidup inilah yang saya dapatkan dari orang-orang hebat yang tidak sengaja saya temui. Orang-orang hebat yang bahkan tidak pernah menyadari bahwa diri mereka telah menginspirasi orang di sekeliling mereka.

Hebat itu tidak perlu pengakuan diri sendiri. Hebat itu tidak perlu dibesar-besarkan. Hebat itu tidak selalu identik dengan sesuatu yang megah dan mewah.  Sesuatu yang berawal dari kesederhanaan bisa menjelma menjadi hal yang hebat bila dijalani melalui suatu proses panjang.

Seperti seorang ibu setengah baya yang sebenarnya baru saja saya kenal minggu lalu melalui teman-teman guru PAUD tempat saya mengajar. Dari PAUD sederhana ini saja saya telah mengenal orang-orang hebat yang bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk berbagi dengan anak-anak kurang beruntung.

18 Sept 2013

Museum Ullen Sentalu


Seperti yang sudah pernah saya ungkapkan di blog sebelumnya, saya ini orang Jawa yang tidak terlalu "dipusingkan" oleh tetek bengek Jawa. Saya tidak bisa menggunakan bahasa Kromo Inggil. Hanya mengerti, tak menggunakan secara aktif. Saya juga tidak menikah dengan menggunakan segala macam kerepotan khas adat Jawa. Bagi saya, saya adalah orang Indonesia. Tidak pernah ada kebanggaan saya menjadi orang Jawa :)

Tetapi semua jadi berubah ketika saya menghabiskan beberapa hari di Jogjakarta bersama orang tua dan keluarga adik papa. Kami menghabiskan dua hari mengunjungi tempat-tempat bersejarah di sana, termasuk Museum Ullen Sentalu dan Pemakaman Raja di Imogiri. Saya begitu terkesan dengan peninggalan sejarah kerajaan-kerajaan Jawa tersebut. Bukan hanya peninggalan yang berupa benda fisik saja, tetapi juga peninggalan yang berupa budaya serta pemikirannya.

Saya akan bercerita terlebih dahulu tentang Museum Ullen Sentalu, yang terletak di area wisata Kaliurang. Museum ini sebenarnya belum bisa dikatakan museum kuno karena "baru" diresmikan tahun 1997. Letaknya ada di sebuah taman bernama Taman Kaswargan. Dinamakan Kaswargan karena taman ini terletak di lereng Gunung Merapi, yang oleh orang Jawa dianggap sebagai surga atau sebuah tempat yang suci.

1 Aug 2013

Happy Anniversary, my Dearest Husband..

Saya jadi ingat betapa saya membenci semua hal yang berbau adat dan budaya. Bagi saya, kita semua adalah satu. Suku Jawa, Batak, Bali, Madura, Dayak. Sampai-sampai di hari pernikahan saya pun, saya dan suami bersepakat untuk meninggalkan segala sesuatu yang berhubungan dengan upacara adat. Perlu diketahui, saya adalah orang Jawa tulen dan suami saya berdarah Batak dan Jawa. Meskipun dominan sekali Bataknya.


Saya dibesarkan di keluarga yang sungguh demokratis. Saya disekolahkan di sekolah swasta, dari mulai TK sampai SMU. Di Surabaya, sekolah-sekolah swasta biasanya didominasi oleh siswa beretnis Tionghoa. Jadi memang di lingkungan sekolah yang bisa dibilang minim sekali jumlah siswa pribuminya ini, saya dan adik saya menghabiskan masa kecil hingga remaja kami. Otomatis kami pun tidak pernah mengkotak-kotakkan diri kami dari teman-teman di sekolah. Bagi saya pribadi, Jawa atau Cina, Katolik atau Muslim, kita semua dilahirkan sama. Inilah yang selalu ditanamkan oleh orang tua saya. Maka ketika kami anak-anaknya mulai dewasa, mereka memberi kebebasan penuh kepada kami untuk memilih pasangan. Kami berdua pun akhirnya menikah dengan pasangan dari suku yang berbeda.


Di Surabaya, saya merasa orang sepertinya cenderung untuk hidup berkelompok, sesuai dengan suku/etnisnya, ataupun agamanya. Berbeda sekali dengan kehidupan bermasyarakat di Jakarta. Inilah yang membuat saya begitu mencintai kota Jakarta ini. Saya bisa bertemu manusia dari belahan nusantara manapun. Orang  dari suku Minang, Sunda, Batak, Madura, Bali. Semuanya tumplek blek di kota metropolitan ini.


Saya sempat menghabiskan hidup saya di New Zealand selama 6 tahun dan hal yang sama saya alami di kota Auckland. Auckland adalah Jakartanya New Zealand. Di sanalah pusat hiburan dan ekonomi berada. Bedanya hanya di skalanya. Bila di Jakarta, kita bisa bertemu manusia dari bermacam-macam suku dan mungkin negara (meskipun tidak terlalu besar chancenya), tetapi di Auckland saya bergaul dengan manusia dari beragam bangsa. Saya sungguh menikmati keberagaman ini. Dan mungkin inilah yang mendorong saya untuk menikahi seorang yang sangat berbeda latar belakang dengan diri saya.


Saya dan suami adalah dua pribadi yang sungguh berbeda dari segi apapun. Suku. Ini jelas. Usia kami pun berbeda 6 tahun. Hobi. Saya cinta buku sedangkan dia alergi buku. Karakter. Saya ekspresif dan extrovert. Dia lebih datar dan introvert. Latar belakang dan karakter keluarga lah yang mungkin membuat kami memiliki sifat yang jauh berbeda. Tapi, hey, kami tidak menjadikan perbedaan itu sebagai hal tabu, hal yang harus dihindari. Bagi kami justru perbedaan inilah yang bisa menjadikan hidup kami lebih berwarna. Perbedaan lah yang menyatukan hati kami. He completes me, his way of loving me says it all.

23 Jul 2013

Mengenal Seorang Kakek Buyut

Baru saja minggu lalu saya kembali dari liburan yang menyenangkan. Sebenarnya saya tidak ada rencana sama sekali untuk ikut berlibur dengan orang tua saya. Kebetulan saja suami sedang ada dinas ke luar kota selama seminggu, dan saya ingin memanfaatkan waktu yang cukup lama ini untuk bercengkerama dengan keluarga, terutama dengan keponakan saya yang baru berusia 6 bulan.

Kami menghabiskan waktu selama empat hari di Jogjakarta. Ada satu acara keluarga yang tidak boleh dilewatkan selama kami di sini. 
Akan diadakan pemberkatan sebuah patung, yakni patung eyang buyut saya, Eyang Andreas Manase Martoatmodjo. Sungguh ini pertama kalinya saya mengenal sejarah keluarga ibu saya. Selama ini saya hanya samar-samar mendengar kiprah Eyang Andreas ini.

Anda pasti bertanya-tanya siapakah Eyang Andreas ini, sampai-sampai para keturunannya berbondong-bondong datang untuk membuatkan sebuah patung.

Baiklah, saya akan mulai menuturkan perjalanan sejarah singkat ini. 
Eyang Andreas adalah salah satu orang awam yang ikut andil dalam pengembangan agama Katolik di tanah Jawa bersama dengan Romo Fransiscus Gregorius van Lith, SJ. Konon saat itu Romo van Lith dan Eyang Andreas sempat terlibat dalam perdebatan. Saking sengitnya perdebatan ini, mereka berdua saling mempertaruhkan keyakinannya. Eyang yang saat itu memeluk agama Kristen pun akhirnya harus menyerah kalah dan berganti keyakinan menjadi Katolik. Inilah awal mula perkenalan Eyang dengan Romo van Lith dan karya-karya misionarisnya.

25 Jun 2013

Soe Hok-Gie part 2


Seiring dengan berjalannya waktu, Gie pun mulai meniti pendidikan di Universitas Indonesia. Di lingkungan kampus inilah, Gie menjadi seorang aktivis mahasiswa yang kritis. Kendati berasal dari keluarga minoritas Tionghoa, ia mendedikasikan dirinya untuk kepentingan bangsanya tanpa memandang agama dan warna kulit. Sebagai seorang intelektual yang merasa terpanggil untuk melakukan perubahan, Gie memainkan dua peran sekaligus yakni sebagai man on the street dan  man on the paper. 

Pada awalnya Gie dan kawan-kawannya percaya bila rezim Orde Lama jatuh maka keadaan akan menjadi lebih baik. Tetapi malah berujung anti klimaks. Setelah Bung Karno “dilengserkan” dan Soeharto mendapuk dirinya sendiri sebagai Presiden, situasi ternyata tak jadi lebih aman. Pembunuhan besar-besaran dilakukan kepada para anggota PKI dan mereka yang dituduh sebagai simpatisannya. Gie menjadi amat geram. Dia memposisikan dirinya sebagai pihak netral yang tidak memihak partai komunis ataupun pemerintah. Menurutnya sejahat apapun seseorang, ia mempunyai hak untuk membela diri dan mendapatkan pembelaan hukum di pengadilan.

Tetapi di masa-masa genting itulah, teman-teman aktivisnya justru lebih memilih untuk menjadi anggota parlemen. Gie sungguh kecewa. Menurut Gie, mahasiswa seharusnya bisa menjadi kekuatan yang independen dan tidak terpengaruh oleh unsur politik manapun. Mereka itu diharapkan bisa meruntuhkan suatu pemerintahan yang buruk dengan suatu rezim baru yang lebih baik. Setelah pemerintahan baru terbentuk, mahasiswa-mahasiswa itupun harus kembali belajar.

Saking kecewanya Gie dengan kawan-kawan aktivis yang mengkhianati perjuangan mereka, sebelum berangkat ke Semeru, dia menyempatkan diri mengirimi mereka bedak, gincu, cermin, benang dan jarum. Barang-barang ini menyimbolkan suatu cara untuk “mempercantik” diri di mata penguasa. “Bekerjalah lebih baik, hidup orde baru! Nikmatilah kursi Anda-tidurlah nyenyak”, tulisnya sinis di surat yang dia lampirkan bersama dengan alat-alat kosmetik tadi.

17 Jun 2013

Soe Hok-Gie part 1


Tidak seperti Mira Lesmana yang telah "mengenal" sosok Soe Hok Gie sejak dua puluh satu tahun yang lalu, saya baru mendengar namanya saja setelah film "Gie" diputar di bioskop nasional. Waktu itu, jujur saja, yang membuat saya begitu bersemangat menonton Gie ini karena aktor pemeran utamanya, Nicholas Saputra. Dan sampai sekarang, Nico, masih menjadi aktor pria favorit saya :)

Mungkin untuk sebagian mahasiswa Universitas Indonesia, nama Gie sudah tidak asing lagi karena di sanalah Gie menyelesaikan pendidikan S1-nya selama enam tahun. Tetapi saya yang notabene berkuliah di luar negeri, tidak pernah sekalipun dikenalkan dengan tokoh "pahlawan" mahasiswa ini.

Di awal-awal pemutaran film Gie ini saya masih belum terlalu penasaran dengan sosok Gie. Saya hanya tau bahwa dia seorang aktivis mahasiswa di tahun 60an yang meninggal di usia yang sangat muda, saat melakukan pendakian di Gunung Semeru pada akhir tahun 60an. Tidak banyak yang saya ketahui tentang karakter, aktivitas, serta tulisan-tulisan Gie. Belakangan saya baru mulai dibuat penasaran oleh seorang Gie, ketika saya membeli sebuah buku setebal kamus yang berjudul:
                                                                  
                                        Soe Hok-Gie.. sekali lagi
                               Buku, Pesta dan Cinta di Alam Bangsanya

Lewat buku inilah, rasa penasaran saya pun mulai tumbuh. Sosok Gie yang tadinya hanya sepenggal sejarah di benak saya, seperti hidup lagi ke tengah-tengah generasi sekarang. Hal ini dikarenakan penulisan buku Buku, Pesta dan Cinta di Alam Bangsanya (BPCAB) ini begitu mudah dicerna dan dibuat sedemikian rupa sehingga tokoh Gie begitu relevan pada situasi sekarang.

3 Apr 2013

Susu Instan Bukan Pelengkap "4 Sehat 5 Sempurna"

Topik ini begitu saja muncul dan menjadi topik di blog saya, setelah weekend kemarin saya terlibat percakapan seru dengan salah satu kerabat. SUSU dalam kemasan instan. Ya, betul. Susu lah yang kami obrolkan. Mulanya percakapannya hanya berupa banyolan-banyolan tentang bagaimana anak dari kerabat ini begitu menggandrungi susu saat kecil. Hingga orang tuanya harus bersusah payah memenuhi kebutuhan anak kesayangannya ini akan susu. 

Dari lelucon ini pun, emosi saya jadi tersentil. Apalagi ketika sang ayah bercerita bagaimana anaknya dulu dalam sehari bisa menghabiskan berbotol-botol susu tanpa orang tuanya berusaha untuk memberi pengertian kepada si anak bahwa harga susu yang dia gemari itu mahal sekali sehingga bisa menghabiskan seluruh pendapatan orang tuanya.

Diceritakan pula bagaimana si anak ini bisa berteriak-teriak marah hanya karena ayahnya membelikannya merk susu lain, yang jauh lebih miring dari sisi harga. Batin saya pun tersentil.

Saya saja tidak pernah dibiasakan untuk minum susu sedari kecil, meskipun ayah saya adalah seorang dokter. Entah kenapa saya tak tahu. Yang jelas tidak pernah sekalipun ucapan, "susu itu sesuatu yang HARUS dikonsumsi karena penting untuk kesehatan", terdengar. Apalagi ucapan, "kamu harus rajin minum susu supaya jadi pintar dan memiliki kulit bagus" haha. Seriously, this relative did mention those!! :)

Mungkin di benak para orang tua yang dibesarkan di jaman yang jauh berbeda dari anak-anak sekarang, sudah ditanamkan bahwa untuk mencapai suatu formula hidup sehat adalah dengan memenuhi "4 sehat 5 sempurna", dimana susu adalah unsur ke lima alias unsur yang menjadikan 4 unsur lainnya "SEMPURNA". Itulah yang didengung-dengungkan oleh para petugas di Posyandu di era Pak Harto dahulu. Alasan inilah yang kemudian menjadikan SUSU produk mahal tetapi tetap laris di pasaran. 

Masih banyak orang tua jaman sekarang yang berpendapat bahwa susu adalah suatu keharusan. Bahkan masih ada saja yang memberikan paksaan kepada anaknya yang jelas-jelas tidak suka minum susu. 

14 Mar 2013

50/50 The Movie

Faktor utama gw nonton film ini karena ada Joseph Gordon-Levitt di dalemnya. Sejak gw nonton dia di 10 Things I Hate About You -jaman gw (SMP/SMA??). Waktu itu dia main di film ini sama Alm.Heath Ledger. Emang sih waktu itu dia ga jadi pemeran utamanya, tapi dari situ gw jadi ngefans sama dia dan Heath Ledger. Hanya saja karir Heath jauh lebih cemerlang bila dibandingkan dengan Joseph yang tidak banyak terdengar karir beraktingnya. Sayang sekali Heath meninggal di usia yang terlalu muda, di saat karirnya sedang di puncak.

Dan seperti ada yang mengatur, Joseph Gordon-Levitt ini tiba-tiba muncul kembali ke permukaan, lewat filmnya yang berjudul (500) Days of Summer. Setelah itu dia mulai banyak mendapatkan tawaran bermain di film-film box office seperti Inception, The Dark Knight Rises. Tampaknya sutradara dari kedua film ini, Christopher Nolan, jatuh cinta dengan kemampuan Joseph. Namun, Joseph belum mendapat peran utama di film-film tersebut. Dia baru mendapat tempat pertama di film-film berikutnya, seperti Looper, Premium Rush dan yang akan saya bahas setelah ini : 50/50

Di film yang terinspirasi dari kisah nyata ini, Joseph memerankan seorang pria pengidap kanker yang tergolong langka-schwannoma neurofibrosarcoma. Hidupnya serta merta berubah 180 derajat setelah ia divonis mengidap kanker di tulang belakangnya itu. Perbedaan yang begitu menonjol adalah tingkah laku orang-orang di sekelilingnya. Mulai dari sahabat dekatnya-Kyle, kekasih-Rachael sampai orang tuanya- dalam hal ini ibunya. 

Kyle yang telah Adam anggap sebagai sahabat terbaiknya, ternyata sering memanfaatkan keadaan Adam untuk mendapatkan perhatian dan merayu wanita. Kekasihnya-Rachael yang sebenarnya tidak pernah mencintainya dengan tulus, dan kisah "cinta" mereka pun berakhir dengan perselingkuhan Rachael. Ibunya yang bisa dibilang nyentrik juga langsung panik melihat kondisi anaknya. Dia memaksa untuk tinggal di rumah Adam, untuk merawat dan mengantarkannya ke rumah sakit secara rutin. Tetapi Adam menolaknya secara halus karena Rachael telah berjanji untuk merawat Adam. Selain itu, sang ibu harus merawat ayah Adam yang menderita Alzheimer.   

1 Mar 2013

Pendidikan Anak Usia Dini Komunitas Menara

Jarum jam sudah bergerak perlahan menjauhi angka delapan. Sekolah sederhana bercat hijau yang dipenuhi dengan gambar-gambar tokoh kesayangan anak-anak itu pun tampak sepi dan tenang. Hanya terdengar sayup-sayup suara seorang bapak yang sedang berbicara di sebuah ruangan mungil berukuran 3.5 x 5 meter yang berwarna ungu terang itu.

Antara bingung, gugup dan ragu, saya berjalan ke arah ruangan di sebelahnya yang tampak seperti mati suri. Saya saat itu hanya berpikir untuk mencari informasi tentang Sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ini. Hanya sekedar menggali tentang visi dan misi mereka, jumlah siswa juga aktivitas mereka selama ini. Dan terbukti bahwa saya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Sesaat setelah saya memperhatikan anak-anak kecil itu bermain dan bercanda dengan teman-temannya, juga melihat para guru yang teramat telaten mengajari mereka, saya langsung memutuskan untuk menjadi tenaga pengajar sukarela di sana.

Ya, sudah tiga minggu terakhir, saya memutuskan untuk mulai terlibat langsung dalam aktivitas baru ini. Aktivitas di mana saya bisa menjadi bagian dari masyarakat yang "terpinggirkan". Mereka yang seolah-olah dipandang sebagai, maaf, penduduk kelas dua, ternyata memberikan sesuatu yang berharga untuk saya renungkan dan pelajari.

Nama sekolah ini adalah PAUD Komunitas Menara. Para pecinta buku pasti sudah tak asing lagi dengan nama "Komunitas Menara" ini. Benar. Sekolah ini didirikan oleh Ahmad Fuadi, seorang penulis buku bestseller "Negeri 5 Menara", yang terkenal dengan slogannya Man Jadda Wajada.

27 Feb 2013

Kelas Pertama Saya Mengajar


Beberapa hari sebelum hari pertama saya mengajar di PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Komunitas Menara, berjam-jam saya habiskan waktu di depan komputer "hanya" untuk mencari tahu materi pelajaran dasar yang bisa saya sampaikan di hari itu. Dan terbukti bahwa kurikulum pendidikan PAUD ini sepertinya belum diatur secara terperinci. Atau mungkin memang tidak sedetil itu instansi terkait membahas materi-materi pengajaran. Entahlah. Saya juga kurang tahu karena tidak adanya pengalaman saya menjadi pengajar. 

Setelah mendapatkan sedikit pencerahan dari hasil mengubek-ubek internet, saya mulai melakukan brainstorming materi untuk anak usia tiga hingga enam tahun. Kemudian saya mulai mencari topik untuk saya ajarkan di hari pertama. Saya berencana untuk mengajar Bahasa Inggris dasar. Belajar mengenal jenis pekerjaan dalam Bahasa Inggris. Itulah yang rencananya akan saya ajarkan di hari pertama.

Kenyataan memang tidak selalu seindah bayangan. Setelah melakukan sedikit perkenalan dengan para siswa di hari pertama itu, saya mulai mengajukan pertanyaan seperti, "Ada yang tahu tidak jenis-jenis pekerjaan di sekitar kita?" Semua anak berebut ingin menjawab. "Apa yang petani kerjakan?". Seperti itulah kira-kira sesi tanya jawab kami. Setelah itu saya pun mulai menerjemahkan profesi yang kami bahas tersebut ke dalam Bahasa Inggris. Melafalkan, kemudian menuliskannya di papan tulis. Begitu seterusnya hingga profesi yang keempat. Dan anak-anak ini sudah mulai kehilangan konsentrasinya. Beberapa asyik ngobrol, ada juga yang sibuk menjahili temannya.

Saya sudah hampir kehilangan semangat ketika salah satu guru, Pak Sinwani, mulai mengambil alih tempat saya. Beliau ini kemudian mengulang kata-kata yang saya sudah tulis dalam Bahasa Inggris untuk anak-anak tirukan. Setelah itu, sebagian dari mereka diminta maju ke depan untuk berpura-pura menjadi guru dan melafalkan kata-kata tadi persis seperti apa yang telah Pak Sinwani lakukan sebelumnya.

Sungguh di luar dugaan saya. Mengajar anak-anak usia dini ini bisa menjadi sesuatu yang teramat menantang karena saya baru sadar bahwa kemampuan mereka untuk memusatkan perhatian pada satu hal -yang menurut mereka bisa jadi membosankan- belum sebaik anak-anak yang berumur sepuluh tahun, misalnya.

24 Feb 2013

Semu

Hari itu dimulai dengan kejadian yang sungguh tak biasa. Kejadian yang sebenarnya hanya ada di alam mimpi. Mengingat saat ini Senja telah bersuami dan tinggal jauh dari kota kelahirannya. Bukan, itu bukan mimpi biasa. Mimpi aneh yang secara rutin mengunjunginya. Tidak sesering jadwalnya pergi ke pasar, tidak serutin ia membersihkan taman di belakang rumahnya, tidak juga selazim nenek-nenek yang gemar memakan sirih.

Laki-laki itu, laki-laki yang ia kenal semenjak ia masih bersekolah. Mereka memang tidak pernah melakukan proses perkenalan secara resmi. Entah kenapa. Ia sendiri tidak pernah tahu itu. Tahu-tahu di luar kesadaran Senja, ia menjadi tertarik dengan laki-laki pendiam itu. Tenang, tidak banyak bicara, tidak pernah terlibat dalam kebandelan remaja apapun. Semuanya tentang laki-laki itu terkesan biasa saja.

Ia masih ingat. Febriani, teman sebangkunya dulu begitu tergila-gila dengan Toni yang memang dikenal ganteng dan sedikit "berani". Berani menentang guru, berani membolos, dan berani-berani yang lain. Kemudian si Ollie, yang begitu mengidolakan murid di seberang kelas yang biarpun tidak seganteng Toni tapi begitu pandai bergaya. Setiap ada acara di sekolah, entah itu bazaar hari jadi sekolah, hingga pesta perpisahan akhir tahun, Ollie bisa dipastikan akan duduk di meja paling ujung sambil berusaha menahan napas setiap laki-laki pujaan hatinya itu lewat di depannya. Sepatunya, kemejanya, semua begitu terlihat serasi. Berbeda sekali dengan lelaki yang Senja kagumi itu. Sederhana. Tak banyak tingkah. Kalem.

Tak banyak informasi yang bisa Senja gali dari teman-teman dekat lelaki itu karena memang ia tidak banyak bercerita tentang dirinya. Satu-satunya hal yang Senja tahu selain nama lelaki itu adalah kecintaannya dengan bola basket. Arga Suryapranata. Begitulah nama lelaki pemalu itu.

Sudah bertahun-tahun lamanya Senja memendam rasa. Hanya buku hariannya lah yang setia menjadi pendengarnya. Dan hanya segelintir manusia yang bisa menyimpan sebuah rahasia sebaik buku harian Senja. Hal inilah yang membuat Senja hanya berani bercerita kepada satu teman baiknya saja.