Saat-saat yang
paling menggembirakan ketika kita duduk di bangku sekolah menurut saya adalah
saat kenaikan kelas. Entah itu karena kita merasa sudah siap untuk masuk ke
jenjang yang lebih tinggi karena kita (merasa) sudah lebih pandai dari ketika
awal masuk atau mungkin karena libur panjang yang sudah menjadi hak kita
setelah kita menghadapi berbagai macam ulangan. Mungkin ada pembaca blog saya
yang tak paham apa itu “ulangan”. Ulangan itu adalah semacam tes kecil untuk
berbagai macam mata pelajaran yang diadakan secara mingguan atau bulanan untuk
menguji seberapa baik murid menguasai suatu bab pelajaran tertentu.
Nah, untuk kami
para guru PAUD Komunitas Menara, saat-saat kenaikan kelas seperti ini, kami
bisa dipastikan sangat sibuk mempersiapkan acara wisuda. Kalau saja rundown
acaranya hanya dipenuhi dengan sambutan-sambutan dari pihak-pihak yang
berkepentingan dan acara wisuda serta foto-foto, mungkin kami tak akan jadi
sesibuk ini. Sebenarnya, apapun yang kami lakukan bersama anak-anak ketika
wisuda tiba semata-mata hanya untuk menumbuhkan rasa percaya diri mereka dan
untuk menunjukkan kepada dunia bahwa anak-anak yang hidup dalam keterbatasan
juga dapat berprestasi sama baiknya seperti anak-anak yang hidupnya lebih
beruntung dari mereka.
Dan sejujurnya,
PAUD kami angkatan yang sekarang jauh lebih mudah untuk diajak bekerjasama.
Mayoritas mereka lebih cerdas dan mudah diatur daripada angkatan yang kemarin.
Hanya ada beberapa anak yang susah untuk
berkonsentrasi. Sehingga khusus anak-anak “istimewa” ini, kami belum memberikan
kepercayaan untuk tampil di panggung selain ikut terlibat dalam paduan suara.
Setelah
penampilan bersama dalam paduan suara, ada tiga penampilan lagi yang dipersembahkan
oleh anak-anak kami, yaitu pantomim, tarian daerah dan fashion show. Ceria
benar anak-anak ini saat berlatih. Khusus untuk para penampil pantomim, bapak kepala sekolah lah yang langsung turun
tangan. Sungguh kebetulan kami memiliki beliau yang ternyata ketika bersekolah
dulu, sempat mengikuti ekstra kurikuler pantomim. Sedangkan kami, para ibu guru
ini, tak punya pengalaman atau dasar seni gerak pantomim sama sekali.
Untuk tarian
daerah, saya dan salah satu ibu guru yang mempersiapkan musik, gerakan serta
kostumnya. Terus terang saja, saya adalah orang yang sangat sangat tidak
kreatif. Apalagi dalam urusan membuat kostum tari. Tapi lagi-lagi, berkat
kemurahan Tuhan, partner saya mengajar ini memiliki banyak pengalaman dari
ketika beliau bersekolah di SMA tentang bagaimana mengatur jalannya sebuah
acara terlebih tentang bagaimana berkreasi membuat kostum sendiri (bukannya membeli
jadi di toko). Ini tentunya sangat membantu kami dari sisi keuangan.
Untuk penampilan terakhir,
kami memilih 14 anak untuk ber fashion show. Ini adalah pertunjukkan fashion
show yang kedua di acara wisuda yang pernah kami adakan. Di pagelaran fashion
show yang pertama, kostum yang kami gunakan adalah baju adat dan baju profesi.
Tampak terlihat biasa karena kostum-kostum ini biasa dipakai saat karnaval 17an
atau Hari Kartini. Di acara wisuda tahun ini, kami memang sengaja mencari tema
unik, yang tak hanya berbeda tetapi juga ramah bagi isi dompet. Setelah
beberapa hari menimbang-nimbang, saya akhirnya menemukan sebuah tema yang pas
untuk fashion show kali ini.
Temanya adalah
LIBURAN SEKOLAH. Jadi para peserta fashion show memakai pakaian yang mereka
miliki sendiri. Tak harus membeli baju baru. Bila tak ada, kami menyarankan
mereka untuk meminjam milik temannya. Ada 14 anak yang dipasang-pasangkan. Satu
pasang memakai kostum untuk ke pantai, satu lagi memakai kostum untuk ke kebun
binatang, ada yang berekreasi ke gunung, sepasang anak laki-laki mengenakan
kostum sepakbola, ada yang bermain bulutangkis, dan ada yang pergi memancing.