Jarum jam
sudah bergerak perlahan menjauhi angka delapan. Sekolah sederhana bercat hijau yang dipenuhi
dengan gambar-gambar tokoh kesayangan anak-anak itu pun tampak sepi dan tenang. Hanya
terdengar sayup-sayup suara seorang bapak yang sedang berbicara di sebuah ruangan mungil
berukuran 3.5 x 5 meter yang berwarna ungu terang itu.
Antara
bingung, gugup dan ragu, saya berjalan ke arah ruangan di sebelahnya yang
tampak seperti mati
suri. Saya saat itu hanya berpikir untuk mencari informasi tentang Sekolah Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) ini. Hanya sekedar menggali tentang visi dan misi mereka, jumlah siswa
juga aktivitas mereka selama ini. Dan terbukti bahwa saya langsung jatuh cinta
pada pandangan pertama. Sesaat setelah saya memperhatikan anak-anak kecil itu
bermain dan bercanda dengan teman-temannya, juga melihat para guru yang teramat
telaten mengajari mereka, saya langsung memutuskan untuk menjadi tenaga pengajar
sukarela di sana.
Ya, sudah tiga
minggu terakhir, saya memutuskan untuk mulai terlibat langsung dalam aktivitas baru ini.
Aktivitas di mana saya bisa menjadi bagian dari masyarakat yang
"terpinggirkan". Mereka yang
seolah-olah dipandang sebagai, maaf, penduduk kelas dua, ternyata memberikan sesuatu yang
berharga untuk saya renungkan dan pelajari.
Nama sekolah
ini adalah PAUD Komunitas Menara. Para pecinta buku pasti sudah tak asing lagi dengan nama
"Komunitas Menara" ini. Benar. Sekolah ini didirikan oleh Ahmad
Fuadi, seorang penulis buku
bestseller "Negeri 5 Menara", yang terkenal dengan slogannya Man
Jadda Wajada.