Translate

24 Feb 2013

Semu

Hari itu dimulai dengan kejadian yang sungguh tak biasa. Kejadian yang sebenarnya hanya ada di alam mimpi. Mengingat saat ini Senja telah bersuami dan tinggal jauh dari kota kelahirannya. Bukan, itu bukan mimpi biasa. Mimpi aneh yang secara rutin mengunjunginya. Tidak sesering jadwalnya pergi ke pasar, tidak serutin ia membersihkan taman di belakang rumahnya, tidak juga selazim nenek-nenek yang gemar memakan sirih.

Laki-laki itu, laki-laki yang ia kenal semenjak ia masih bersekolah. Mereka memang tidak pernah melakukan proses perkenalan secara resmi. Entah kenapa. Ia sendiri tidak pernah tahu itu. Tahu-tahu di luar kesadaran Senja, ia menjadi tertarik dengan laki-laki pendiam itu. Tenang, tidak banyak bicara, tidak pernah terlibat dalam kebandelan remaja apapun. Semuanya tentang laki-laki itu terkesan biasa saja.

Ia masih ingat. Febriani, teman sebangkunya dulu begitu tergila-gila dengan Toni yang memang dikenal ganteng dan sedikit "berani". Berani menentang guru, berani membolos, dan berani-berani yang lain. Kemudian si Ollie, yang begitu mengidolakan murid di seberang kelas yang biarpun tidak seganteng Toni tapi begitu pandai bergaya. Setiap ada acara di sekolah, entah itu bazaar hari jadi sekolah, hingga pesta perpisahan akhir tahun, Ollie bisa dipastikan akan duduk di meja paling ujung sambil berusaha menahan napas setiap laki-laki pujaan hatinya itu lewat di depannya. Sepatunya, kemejanya, semua begitu terlihat serasi. Berbeda sekali dengan lelaki yang Senja kagumi itu. Sederhana. Tak banyak tingkah. Kalem.

Tak banyak informasi yang bisa Senja gali dari teman-teman dekat lelaki itu karena memang ia tidak banyak bercerita tentang dirinya. Satu-satunya hal yang Senja tahu selain nama lelaki itu adalah kecintaannya dengan bola basket. Arga Suryapranata. Begitulah nama lelaki pemalu itu.

Sudah bertahun-tahun lamanya Senja memendam rasa. Hanya buku hariannya lah yang setia menjadi pendengarnya. Dan hanya segelintir manusia yang bisa menyimpan sebuah rahasia sebaik buku harian Senja. Hal inilah yang membuat Senja hanya berani bercerita kepada satu teman baiknya saja.

Kini, 10 tahun semenjak Senja lulus sekolah, semuanya telah berubah. Senja sudah lama melupakan cinta pertamanya itu dan menikah dengan seorang laki-laki yang amat baik. Tapi entah mengapa sudah beberapa bulan terakhir mimpi yang sama seperti menghantuinya. Arga Suryapranata. Ya, laki-laki cinta pertama Senja itu. Dia rajin sekali hadir di mimpi-mimpi Senja. Tidak sesering jadwalnya pergi ke pasar, tidak serutin ia membersihkan taman di belakang rumahnya, tidak juga selazim nenek-nenek yang gemar memakan sirih.  

Mimpi hanyalah bunga tidur. Mungkin. Tetapi mimpi Senja itu memang terbukti hanyalah bunga tidur. Dia hanya mengingat secara persis kejadian demi kejadian hingga saat ia bangun dan membuka mata. Setelah ia kembali beraktivitas, ingatannya akan mimpi itu pun seakan menguap, terbang entah ke mana.

Mungkin dan hanya mungkin. Mimpi-mimpinya itu mencoba untuk mengirimkan pesan kepadanya bahwa seluruh perasaan yang ia pikir masih ia miliki untuk lelaki cinta pertamanya itu hanyalah perasaan semu. Sesemu bunga tidurnya, yang demikian mudahnya ia lupakan sejak detik pertama ia membuka mata dan memulai harinya. Dan memang hanya cinta yang nyata, yang terungkap dan yang tersirat lah yang sanggup memberikan makna yang sesungguhnya bagi kehidupan seseorang.

Senja semakin yakin bahwa suaminya lah yang Tuhan kirimkan untuk memberikan makna ke dalam hidupnya. Orang yang telah mencintainya, mencintai semua kelebihan dan kekurangannya. Bukan laki-laki yang hanya sesekali datang dan pergi, dan itupun hanya di dunia mimpi mereka bertemu. Cinta semestinya jauh lebih besar dari itu.

No comments:

Post a Comment