Translate

3 Apr 2013

Susu Instan Bukan Pelengkap "4 Sehat 5 Sempurna"

Topik ini begitu saja muncul dan menjadi topik di blog saya, setelah weekend kemarin saya terlibat percakapan seru dengan salah satu kerabat. SUSU dalam kemasan instan. Ya, betul. Susu lah yang kami obrolkan. Mulanya percakapannya hanya berupa banyolan-banyolan tentang bagaimana anak dari kerabat ini begitu menggandrungi susu saat kecil. Hingga orang tuanya harus bersusah payah memenuhi kebutuhan anak kesayangannya ini akan susu. 

Dari lelucon ini pun, emosi saya jadi tersentil. Apalagi ketika sang ayah bercerita bagaimana anaknya dulu dalam sehari bisa menghabiskan berbotol-botol susu tanpa orang tuanya berusaha untuk memberi pengertian kepada si anak bahwa harga susu yang dia gemari itu mahal sekali sehingga bisa menghabiskan seluruh pendapatan orang tuanya.

Diceritakan pula bagaimana si anak ini bisa berteriak-teriak marah hanya karena ayahnya membelikannya merk susu lain, yang jauh lebih miring dari sisi harga. Batin saya pun tersentil.

Saya saja tidak pernah dibiasakan untuk minum susu sedari kecil, meskipun ayah saya adalah seorang dokter. Entah kenapa saya tak tahu. Yang jelas tidak pernah sekalipun ucapan, "susu itu sesuatu yang HARUS dikonsumsi karena penting untuk kesehatan", terdengar. Apalagi ucapan, "kamu harus rajin minum susu supaya jadi pintar dan memiliki kulit bagus" haha. Seriously, this relative did mention those!! :)

Mungkin di benak para orang tua yang dibesarkan di jaman yang jauh berbeda dari anak-anak sekarang, sudah ditanamkan bahwa untuk mencapai suatu formula hidup sehat adalah dengan memenuhi "4 sehat 5 sempurna", dimana susu adalah unsur ke lima alias unsur yang menjadikan 4 unsur lainnya "SEMPURNA". Itulah yang didengung-dengungkan oleh para petugas di Posyandu di era Pak Harto dahulu. Alasan inilah yang kemudian menjadikan SUSU produk mahal tetapi tetap laris di pasaran. 

Masih banyak orang tua jaman sekarang yang berpendapat bahwa susu adalah suatu keharusan. Bahkan masih ada saja yang memberikan paksaan kepada anaknya yang jelas-jelas tidak suka minum susu. 
Tadi sore, secara tidak sengaja saya menemukan satu artikel dari timeline twitter salah satu akun, yang saya yakin bisa dipertanggungjawabkan, mengingat artikel itu ditulis oleh seorang dokter yang juga Ketua Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, yakni dr. Tirta Prawita Sari.

Di artikel ini disebutkan bahwa susu itu tidak mutlak harus dikonsumsi oleh anak-anak. Yang penting adalah apakah gizi anak tersebut dapat dipenuhi secara seimbang. 

Seperti yang sudah kita ketahui, susu adalah sumber kalsium dan protein. Tetapi bila tidak ada susu, bukan berarti kebutuhan anak kita akan kalsium dan protein pun jadi mandeg. Kalsium, zat pembantu pembentukan tulang, sebenarnya bisa kita temukan dari sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan dan ikan-ikanan. Bayam, brokoli, bokcoy, pear, pisang, kacang kedelai, ikan teri dan udang adalah contoh-contoh sumber penghasil kalsium untuk tubuh kita. Tidak jauh berbeda, pemenuhan protein pun bisa kita dapatkan dari sayur-sayuran dan ikan.
 
Meskipun begitu, dr. Tirta tidak memungkiri bahwa susu mengandung lebih banyak unsur kalsium dan protein. Bahkan, seorang anak pun bisa tumbuh dengan lebih baik, apabila dia minum susu yang tepat dan mendapatkan stimulasi yang baik. Jadi jika hanya minum susu, tanpa diimbangi dengan stimulasi yang baik dari orang di sekelilingnya, maka tidak akan tercipta pertumbuhan anak yang baik.

Mungkin pesan yang dapat kita ambil dari cerita di atas adalah agar kita tidak terlalu cepat termakan oleh iklan TV. Kadang sesuatu yang mahal pun belum tentu baik untuk dikonsumsi. Lauk sesederhana tempe dan tahupun bisa memiliki nutrisi yang cukup baik untuk tubuh.
 
Mungkin ada baiknya memperkenalkan susu yang segar, atau susu alternatif seperti susu kedelai kepada anak. Susu kedelai ataupun susu segar bisa didapatkan dengan harga yang lebih terjangkau dari susu instan yang dijual di supermarket. Bahkan dengan meracik susu kedelai di rumah, kita bisa mendapatkan susu kedelai yang berkualitas, tanpa bahan pengawet dan bisa dibilang hampir tanpa biaya juga. Hanya dengan tiga ribu rupiah, kita bisa menikmati sehatnya dua liter susu kedelai. 

Alangkah baiknya bila uang yang biasa digunakan untuk membeli susu instan, digunakan untuk membeli sayuran atau buah-buahan, sebagai sumber protein dan kalsium alami.

Sudah dua tahun berlalu sejak saya menulis postingan ini, dan saya hanya ingin menambahkan informasi mengenai susu yang saya dapat dari majalah Intisari.

Benar, susu adalah salah satu sumber kalsium, fosfor dan vitamin D, selain keju dan ikan laut. Kalau saya berbicara tentang kebutuhan anak akan kalsium, mereka sebenarnya membutuhkan sedikitnya 500 cc per hari. Tetapi kebutuhan ini tak dapat dipenuhi hanya dengan minum susu karena penyerapan kalsium dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya, terutama vitamin D. Bahan-bahan makanan lainnya yang kaya akan kalsium, seperti yogurt, ikan laut dan sayuran hijau lah yang sebetulnya dapat memenuhi kebutuhan 500 cc kalsium per hari tersebut. Tak ketinggalan, diperlukan juga keaktifan kita untuk bergerak, terutama di bawah sinar matahari pagi.


No comments:

Post a Comment