Tahun ini adalah tahun ketiga saya mencoba mengembangkan sayap di dunia
pendidikan dengan menjadi pendidik di sebuah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)
tak berbayar. Saya memang tak punya latar belakang pendidikan guru sama sekali.
Saya bahkan tak pernah menaruh perhatian khusus pada anak-anak kecil
sebelumnya.
Yah, sesuatu yang saya anggap hanya iseng awalnya, ternyata malah
memberikan makna dalam hidup saya. Banyak sekali pelajaran yang saya dapat
setelah menerjuni dunia anak-anak. Bisa dibilang hidup saya tak lagi sama.
Merekalah yang mewarnai kehidupan saya yang tadinya seperti datar-datar saja
ini. Bagaimana tidak. Setiap hari ada saja tingkah laku, kata-kata ataupun
cerita yang membuat saya senang, sedih, kesal atau terharu. Bagi saya,
merekalah guru terbaik.
Hal pertama yang saya dapatkan dari mereka adalah: KESABARAN. Saya bisa
dibilang galak dan mudah terpancing emosi. Di saat awal-awal saya mengajar,
sepertinya Tuhan sudah mengatur semua hal dengan sangat rapi. Saat itu Ibu Guru
yang sudah lebih dari dua tahun mengajar di kelas A (kelas permulaan di PAUD
kami), tiba-tiba mengundurkan diri di saat tahun ajaran baru berjalan 1 bulan.
Saya yang waktu itu baru menjadi guru relawan, selama 10 bulan “ditodong”
tawaran dari Pak Kepala Sekolah untuk menjadi guru tetap. Mau tak mau saya pun
menyanggupinya. Tak mungkin anak-anak itu belajar tanpa didampingi satu
gurupun.
Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, saya sudah semakin bisa
mengendalikan emosi. Saya yang tadinya dengan cepat bereaksi bila ada anak yang
berperilaku kurang baik. Berbicara dengan nada tinggi atau menghampiri si anak dan mengangkatnya supaya kembali duduk ke
tempatnya semula adalah hal-hal yang dulu hampir selalu saya lakukan ketika
kepala sudah mulai pening menghadapi tingkah polah anak-anak yang susah diatur.
Apalagi di awal-awal saya mengajar, tak ada guru lain yang mendampingi saya
karena waktu itu saya diangkat menjadi guru tetap setelah ibu kepala sekolah
mengundurkan diri.
Perubahan kedua yang terjadi pada diri saya adalah saya jadi lebih menjaga
sikap dalam bertutur kata dan bertingkah laku, baik ketika sedang bersama
murid-murid di sekolah, maupun saat saya membuat postingan di Facebook atau di
media sosial lainnya. Saya merasa seakan-akan ada yang mengawasi setiap
gerak-gerik saya. Bagus sih. Saya seperti memiliki kontrol atas apa yang akan
saya lakukan atau ucapkan.
Seperti sebuah pepatah Jawa. “Guru kuwi digugu lan ditiru.” Bila kita ingin
anak-anak menghabiskan makanan yang disediakan di sekolah, maka kita sebagai
pendidik harus pula menghabiskan makanan kita, meskipun kita tak terlalu menyukainya.
Bila kita ingin anak-anak menulis dengan rapi, maka kita juga musti membiasakan
diri untuk menulis rapi. Bila kita menginginkan anak-anak menjadi seseorang
yang baik di kemudian hari, jadilah orang tua atau pendidik yang baik.
Anak-anak tak akan belajar dari apapun yang orangtuanya atau pendidiknya
ajarkan, tetapi mereka akan bertingkah laku dan berucap seperti apa yang mereka
lihat orangtua atau pendidiknya lakukan.
No comments:
Post a Comment